Pengikut

Kamis, 03 Desember 2009

HUBUNGAN INTERNASIONAL, PROSES
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KERJASAMA
MELALUI ORGANISASI INTERNASIONAL



Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri (foreign policy) merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya. Dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam kepentingan nasional.

Dalam upaya memahami kebijakan luar negeri, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri adalah all the attitudes and activities through which organized nation societies seeks to cope with and benefit from international environment (Rossenau, ed, 1976: 27), semua sikap dan aktivitas yang melalui itu masyarakat nasional yang terorganisasi berusaha untuk menguasai dan mengambil keuntungan dari lingkungan internasional.

Pembuat keputusan kebijakan luar negeri akan dipengaruhi orientasi kebijakan luar negeri suatu negara adalah :
a. Struktur sistem internasional,
b. Kebijakan sikap domestik dan kebutuhan-kebutuhan sosio-ekonominya.
c. Tingkatan di mana pembuat keputusan merasa suatu ancaman eksternal yang ada mengancam pada nilai-nilai dan kepentingan mereka,
d. Lokasi geografis, karakteristik geografis, dan dukungan sumber daya alam (Holsti, 1992: 134).

Hubungan internasional dapat berlangsung dalam tiga tipe, yaitu

1) Konflik,
2) Kompetisi atau Persaingan, dan
3) Kerjasama.

Tentu pula ketiga-tiganya merupakan kajian menarik bagi Studi Strategis, masing-masing dengan ciri-ciri atau karakteristiknya sendiri dan cara pengelolaan serta penanggulangan tersendiri pula. Bukan tidak mungkin suatu pola kerjasama lambat laun bisa berubah menjadi konflik dan demikian pula sebaliknya. Ada yang beralih melalui tahap persaingan atau kompetisi lebih dulu, tetapi adapula yang langsung meloncat dari konflik ke kerjasama atau sebaliknya.

Untuk negara-negara yang tergolong adidaya atau adikuasa (super powers) seperti Amerika Serikat (AS) dan Rusia, serta yang tergolong negara-negara besar (major powers) seperti Perancis, Inggris dan Republik Rakyat Cina, atau yang kekuatan perekonomiannya tergolong tiga besar dunia seperti Jepang dan Jerman, interaksi internasional mereka masing-masing tentu pula lebih luas dibanding negara-negara yang lainnya.

Karen A. Mingst menulis bahwa hubungan internasional merupakan kajian tentang interaksi antar berbagai aktor (pelaku) yang berpartisipasi dalam percaturan politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi-organisasi internasional, baik yang beranggotakan pemerintah maupun kelompok-kelomopk non pemerintah, kesatuan-kesatuan sub nasional seperti birokrasi, pemerintah daerah, dan perorangan-perorangan pribadi (individu). Di sini terlihat kecenderungan Mingst memberi rambu-rambu bagi interaksi internasional berupa “keikutsertaan atau keterlibatan (partisipasi) dalam percaturan politik internasional”.

Brian Hocking dan Michael Smith mengemukakan bahwa :
interaksi internasional adalah proses-proses komunikasi dan proses-proses pertukaran yang berlangsung timbal balik antara aktor-aktor atau pelaku-pelaku dalam sistem internasional yang relevan secara politis


STRATEGI, AKTOR DAN KEBIJAKAN

Rosenau menyatakan bahwa setidaknya terdapat lima tipe aktor internasional yaitu :

1. Individu-individu tertentu (terutama pemimpin politik dan pejabat-
pejabat politik).
2. Kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi swasta (terutama yang
memiliki keanggotaan internasional).
3. Seluruh negara bangsa beserta pemerintahannya.
4. Seluruh organisasi internasional.
5. Seluruh wilayah geografis dan pengelompokan-pengelompokan politik
utama dunia seperti dunia ketiga (Rosenau, 1976: 5).


Kutub dan derajat Interaksi

Hubungan antar pelaku (aktor) dalam interaksi internasional dapat dibagi dalam dua kelompok atau dua macam penggolongan yaitu :

1. Hubungan atau interaksi yang menunjukkan derajat
keselarasan/keharmonisan/ kerjasama yang berlangsung antar aktor (pelaku)
seperti konsensur, kolaborasi dan integrasi.
2. Hubungan atau interaksi yang menunjukkan derajat
perseteruan/pertentangan/ konflik yang berlangsung antaraktor (pelaku)
seperti kecurangan, manipulasi, dan penggunaan kekerasan.

Dalam hal ini memang dapat kita katakan adanya dua kutub ekstrim dalam interaksi internsional yaitu antara konflik dengan kerjasama, tetapi sebenarnya ada kutub diantara keduanya, yaitu kompetisi atau persaingan. Tentunya karena berada di tengah, kompetisi ini memiliki keluwesan berayun bagai bandul. Ada kompetisi yang cenderung ke arah konflik dan ada yang cenderung ke arah kerjasama. Kerjasama internasional dapat berlangsung dalam ruang lingkup berskala global, inter-regional (antar kawasan), regional (per kawasan), dan bilateral (dua pihak). Kalau ditinjau dari segi banyaknya pihak (baik state actor maupun non state actor) yang terlibat dalam suatu pola kerjasama, dapat kita buat penggolongan kerjasama bilateral, trilateral, quatrilateral dan multilateral.

Seandainya terdapat persamaan kepentingan serta saling menguntungkan, biasanya kerjasama internasional berjalan dengan baik dan langgeng. Bila sebaliknya terdapat perbedaan kepentingan serta tidak menguntungkan, maka kerjasama tidak berjalan. Bahkan mungkin yang berlangsung adalah konflik atau persaingan/kompetisi. Pertimbangan untuk melaksanakan kerjasama dan mengikatkan diri pada komitmen kerjasama pada umumnya lebih rasional. Sedangkan untuk menempuh jalur konflik dan tidak berusaha menghindari konflik atau konfrontasi pada umumnya berdasar pertimbangan emosional, dilandasi kecurigaan, atau persepsi ancaman yang berlebihan. Jalur konflik atau konfrontasi pada umumnya berdasar pertimbangan emosional, dilandasi kecurigaan, atau persepsi ancaman yang berlebihan. Jalur konflik juga ditempuh bila suatu negara atau pihak merasa atau memperhitungkan bahwa dirinya pasti menang dan memperoleh keuntungan (sepihak). Bisa pula sebaliknya yaitu karena persepsi atau keyakinan bahwa dirinya akan sepenuhnya merugi, sedangkan dengan menempuh jalur konflik ada kemungkinan mengurangi derajat atau besarnya kerugian yang akan diderita atau ditanggungnya.


Sarana kerjasama internasional

Sarana untuk melaksanakan kerjasama internasional dapat ditempuh melalui perjanjian internasional (treaty, convention, agreement, declaration, pact, charter, final act, protocol, dls). Bisa secara bilateral, trilateral, atau multilateral, bergantung kepada segi kebutuhan dan hal yang diperjanjikan. Selain melalui perjanjian/kesepakatan itu dapat pula digunakan bentuk yang lebih nyata dan lebih jelas strukturnya yaitu organisasi internasional.

Kedua-duanya baik perjanjian (treaty, convention, pact dls) maupun organisasi internasional sama-sama formal (sah dan resmi), tetapi organisasi internasional lebih jelas strukturnya. Contohnya tentu antara lain PBB, ASEAN, NATO dan juga seperti Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang Cuma beranggotakan negara-negara industri maju (29 negara anggota sampai tahun 2001). Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), International Telecomucation Union (ITU), World Trade Organization (WTO). Sebelum Januari 1995, ketika WTO masih bernama GATT (General Agreement on Tariff and Trade) bentuk serta pola kerjasamanya adalah forum perjanjian internasional. Tentu WTO sebagai organisasi internasional berkedudukan dan berkewenangan lebih kuat dibanding GATT.

Organisasi-organisasi internasional pada umumnya dibentuk untuk berlangsung secara permanen. Sedangkan untuk kerjasama seperti Group of Seven (G7) yang kemudian menjadi G8 (G7 tambah Rusia), Development Eight (D8). Group of Fifteen (G15). Non-Aligned Movement (Gerakan Non-Blok), berciri kerjasama longgar.

Eksistensi organisasi-organisasi internasional pada umumnya ditinjau dan dinilai dari sturktur dan fungsinya. Sebagai suatu pengaturan, organisasi internasional didirikan berdasarkan perjanjian atau persetujuan khusus antara dua negara atau lebih. Negara-negara yang membentuk organisasi internasional sebagai alat dan forum kerjasama antar negara menawarkan sejumlah manfaat bagi seluruh ataupun bagi sebagian besar negara anggotanya. Bidang kerjasama ini dapat berupa politik, ekonomi, keamanan serta militer, budaya, sosial, teknik, hukum atau bersifat pembangunan. Tampak jelas bahwa organisasi internasional mempunyai peran yang penting dengan fungsi utamanya adalah :

1. Menyelenggarakan kerjasama antar negara atau bangsa.
2. Saluran komunikasi dari berbagai masalah suatu bangsa.
3. Untuk melakukan perubahan kondisi (konflik=>kompromistis).

Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut di atas organisasi internasional mempunyai peran yang penting dalam menangani masalah yang terjadi sebagai refleksi dari kompleksitas dan meluasnya hubungan internasional, termasuk sebagai alat atau sarana melaksanakan upaya-upaya menanggulangi konflik (conflict management).


Koordinasi

Mengingat program kerjasama dalam organisasi-organisasi internasional menyangkut berbagai kebijakan dari berbagai negara, tentunya koordinasi sangat diperlukan guna memadukan setiap aspirasi dari negara-negara tersebut dalam kesepakatan bersama. Berbagai ciri dari koordinasi :

1. Tanggungjawab ada dipucuk pimpinan.
2. Adanya proses.
3. Pengaturan yang teratur dari usaha kelompok.
4. Adanya kesatuan tindakan.
5. Adanya tujuan bersama.

Paul R. Lawrence membagi empat tipe yang mempersulit tugas pengkoordinasian yaitu :

1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu.
2. Perbedaan dalam orientasi waktu.
3. Perbedaan dalam orientasi antar pribadi.
4. Perpedaan dalam formalitas struktur.

Untuk mencapai koordinasi yang efektif harus mengikuti mekanisme koordinasi yaitu :

1. Hirarki manajerial.
Rantai perintah dan aliran informasi serta wewenang akan menumbuhkan
integrasi bila dirumuskan secara jelas serta dilaksanakan dengan pengarahan
yang tepat.

2. Aturan dan prosedur.
Aturan-aturan dan prosedur-prosedur adalah keputusan-keputusan manajerial
yang dibuat untuk menangani pekerjaan rutin, sehingga juga menjadi peralatan
yang efisien untuk koordinasi dan pengawasan rutin.

3. Rencana dan penetapan tujuan.
Perencanaan dan pencapaian tujuan dapat digunakan untuk pengkoordinasian
melalui pengarahan seluruh satuan organisasi terhadap sasaran yang hendak
dicapai.

Suatu organisasi internasional dibentuk dengan alasan yang paling logis, karena adanya kepentingan yang sama diantara negara-negara pendirinya. Tetapi dalam perkembangannya, sering terjadi apa yang dinamakan dilemma of common interest (dilema kepentingan) atau dilemma of common aversions (dilema keengganan yang sama). Hal inilah yang memerlukan adanya suatu koordinasi, sehingga setiap negara dalam kapasitasnya sebagai suatu organisasi internasional akan mencerminkan tak adanya kepentingan terhadap suatu isu tertentu.

Menurut A. LeRoy Bennet, fungsi utama dari suatu organisasi internasional, yaitu untuk mengadakan upaya-upaya kerjasama antar negara dalam bidang-bidang tertentu dimana kerjasama tersebut memberikan keuntungan-keuntungan bagi seluruh ataupun sebagian besar anggota.

Peter Toma dan Robert F. Gorman menyatakan bahwa suatu organisasi internasional mempunyai fungsi-fungsi utama, yaitu untuk mengadakan suatu kontak diplomatik secara berkesinambungan antar negara, mengontrol suatu konflik serta sebagai fasilitas bagi interaksi ekonomi antar negara.

Clive Archer mengelompokan peranan organisasi internasional berdasarkan aktivitas-aktivitas yang dijalankan suatu organisasi internasional, yaitu peranan sebagai instrumen, peranan sebagai forum, serta peranan sebagai aktor independen.

Institusi-institusi yang ada dalam organisasi tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu : intergovernmental organizations (IGOs) dan non-governmental organization (NGOs). Suatu intergovernmental organization merupakan suatu institusi dimana anggota-anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat yang merupakan perwakilan suatu pemerintah negara.


Proses pengambilan keputusan

Proses pengambilan keputusan dalam organisasi internasional menurut Robert Cox dan Harold Jacobson, dibedakan atas beberapa klasifikasi yaitu : representational decisions, programmatic decisions, rulescreating decisions, operating decisions, rule-supervisory decisions, boundary decisions, symbolic decisions.

Representational decisions, merupakan keputusan yang akan mempengaruhi keanggotaan dalam organisasi serta merupakan perwakilan dalam badan-badan internal dalam organisasi tersebut. Keputusan ini meliputi keputusan mengenai pengakuan serta pengeluaran anggotan, pengesahan suatu mandat, penentuan wakil-wakil yang duduk dalam badan-badan eksekutif serta komite. Programmatic decisions, merupakan keputusan dari suatu alokasi strategis dari sumber-sumber organisasi yaitu hasil negosiasi antar aktor menyangkut tujuan serta penekanan terhadap program-program organisasi. Rule-creating decisions, keputusan ini merupakan keputusan tentang pembentukan norma-norma atau aturan-aturan dalam ruang lingkup organisasi. Hasil dari keputusan tersebut biasanya berbentuk suatu hal yang sifatnya formal seperti konvensi, persetujuan maupun resolusi.

Keputusan lainnya yaitu, boundary decisions, merupakan keputusan yang menekankan pada masalah hubungan eksternal organisasi dengan struktur internasional serta struktur regional, rule-supervisory decisions, merupakan keputusan-keputusan yang meliputi berbagai prosedur dari suatu struktur yang tertinggi hingga struktur yang paling rendah. Proses pengambilan keputusannya melalui tiga tahapan yaitu: pengumpulan informasi, pembuktian terhadap pelaksanaan ataupun pelanggaran aturan, serta pemberian sanksi ataupun hukuman terhadap pelanggaran peraturan. Symbolic decisions, merupakan keputusan yang penekanannya pada isu-isu simbolik terhadap penerimaan suatu tujuan ataupun ideologi yang didukung oleh suatu kelomok aktor ataupun legitimasi yang telah diterima oleh elit-elit yang dominan, sedangkan operational decisions, berhubungan dengan pemberian suatu pelayanan ataupun penggunaan sumber-sumber organisasi berdasarkan aturan-aturan yang disetujui serta kebijakan dari program-program yang telah disetujui.


Bentuk-bentuk serta keanggotaan organisasi internasional

Menurut Heurlin bentuk-bentuk organisasi internasional dibagi atas sifat keanggotaannya serta tujuan yang dimiliki. Berdasarkan sifat keanggotaannya, organisasi internasional dibagi menjadi dua, yaitu regional dan universal. Sedangkan berdasarkan tujuannya, dibedakan atas dua bentuk yaitu tujuan khusus serta umum.

Menurut John T. Rouke, keanggotaan dalam organisasi internasional terbuka terhadap semua negara yang dapat diklasifikasikan bedasarkan cakupan geografis tertentu atau cakupan fungsi organisasi, persetujuan prinsip dan kegiatan organisasi serta suatu standar politik tertentu.


Organisasi regional

Organisasi regional sering didefinisikan sebagai suatu kerjasama antar negara yang didasarkan atas kedekatan geografis anggota-anggotanya. Menurut penganut paham regionalis, kerjasama regional lebih penting dibandingkan kerjasama universal, hal ini disebabkan oleh: (1) adanya kecenderungan utama menuju suatu regionalisme didasarkan atas suatu homogenitas dari
kepentingan, tradisi serta nilai-nilai dari kelompok kecil suatu kehidupan bertetangga negara-negara; (2) integrasi politik, ekonomi serta sosial akan lebih mudah diraih dengan jumlah negara yang lebih sedikit dengan ruang lingkup yang lebih sempit; (3) ancaman internal terhadap perdamaian akan segera diupayakan penyelesaiannya oleh pemeintah di wilayah tersebut dibandingkan dengan upaya-upaya penyelesaian suatu konflik dengan jangkauan yang lebih luas.


Regionalisme

Menurut Andrew Hurrell, regionalisme dibedakan ke dalam lima kategori sebagai berikut: Pertama, yaitu regionalization, merupakan perkembangan suatu integrasi sosial dalam suatu kawasan, yang secara tidak langsung merupakan suatu proses interaksi sosial dan ekonomi. Kedua, kesadaran dan identitas regional (regional awarness and identity), merupakan suatu persepsi bersama (shared perception) yang dimiliki oleh komunitas khusus yang didasarkan oleh faktor-faktor internal, sering didefinisikan sebagai suatu kesamaan budaya, sejarah maupun tradisi agama. Juga dapat didefinisikan sebagai bentuk ancaman keamanan maupun tantangan budaya sebagai pengaruh faktor eksternalnya.

Kategori yang ketiga dari regionalisme yaitu, kerjasama antar negara dalam kawasan (regional interstate co-operation), merupakan kerjasama yang dibentuk untuk beberapa tujuan tertentu, seperti upaya menghadapi tantangan eksternal serta melakukan koordinasi terhadap kondisi regional dalam lemaga-lembaga internasional maupun dapam perundingan-perundingan internasional. Selain itu kerjasama regional akan dapat meningkatkan stabilitas keamanan, pemahaman terhadap nilai-nilai bersama serta mengatasi masalah-masalah brsama, khususnya masalah yang timbul akibat meningkatnya kesaling-tergantungan dalam suatu kawasan.

Kategori yang keempat yaiu integrasi regional yang dikembangkan oleh negara (state-promoted regional integration) dalam hal ini ditekankan mengenai integrasi ekonomi regional. Integrasi ekonomi regional. Integrasi regional meliputi suatu pengambilan kebijakan khusus oleh pemerintah-pemerintah suatu negara yang dibentuk untuk mengurangi hambatan-hambatan terhadap pergerakan barang, jasa, modal serta tenaga kerja.

Sedangkan kategori yang terakhir yaitu kohesi regional, di mana penggabungan dari keempat proses di atas akan menciptakan suatu kepaduan (kohesi) serta konsolidasi suatu untit regional. Kohesi dapat dipahami melalui dua pengertian (two sense of cohesion) yaitu: (a) ketika suatu kawasan memainkan peranan penting bagi kawasan tersebut maupun terhadap kawasan lainnya, (b) ketika suatu kawasan membentuk suatu pengaturan yang didasarkan atas suatu kebijakan yang mencakup isu-isu tertentu.


Integrasi

Integrasi ekonomi dapat dilihat melalui beberapa bentuk sesuai dengan derajat integrasinya yaitu: (1) free trade area, pada tahapan ini tarif antar negara-negara anggota dihapuskan, namun tidak berlaku bagi negara non-anggota. (2) Custom union, pembebasan tarif bagi negara anggota serta penyamaan tarif bagi non-anggota, (3) Common market, tidak ada lagi hambatan atas perdagangan dan pergerakan modal serta manusia (4) economic union, pada tahapan ini dilakukan penggabungan antara pengurangan hambatan perdagangan dan pergerakan dengan harmonisasi kebijakan ekonomi nasional pada tingkat tertentu dengan tujuan menghilangkan diskriminasi yang menyebabkan perbedaan kebijakan tersebut. (5) Economic integration (integrasi ekonomi), merupakan penyatuan kebijakan moneter, fiskal, sosial dan pendirian otoritas supranasional yang keputusannya mengikat negara-negara anggota.


Cara penyelesaian konflik

Holsti mengungkapkan cara penyelesaian konflik ke dalam enam bagian yang sama dengan akibat dari konflik yaitu :

1. Melakukan penarikan tuntutan.
Penyelesaiannya adalah salah satu atau kedua belah pihak menahan diri untuk
tidak melakukan tindakan fisik atau mendesak perundingan memenuhi tuntutan,
atau menghentikan tindakan yang pada dasarnya akan menyebabkan tindakan
balasan yang bermusuhan. Intinya bahwa salah satu pihak mengakhiri
claim/tuntutan dan pihak lain menerima.

2. Penaklukan.
Akhir penaklukan dengan kekerasan tetap mencakup berbagai persetujuan dan
perundingan diantara negara yang bermusuhan. Menurut Coser, salah satu
pihak harus diusahakan menyadari bahwa perdamaian, meski berdasarkan
penyerbuan tanpa syarat, jauh lebih baik daripada melanjutkan konflik Coser,
“The Terminations of Conflict”; Journal of Conflict Resolution, 5, 1961:
349). Ini berarti salah satu pihak telah dapat mencapai sasaran tersebut
dengan menekan pihak lain untuk menyadari bahwa kemungkinan untuk mencapai
sasaran yang kurang dari yang telah ditetapkan atau bahwa keberhasilan
pencapaian sasaran dan bertahan bagi pihak lain sama sekali sudah tidak ada.

3. Tunduk atau Membentuk Deterrence (Penangkalan).
Kriteria yang dipakai untuk membedakan kepatuhan atau penangkalan dari
penaklukan ialah ada atau tidak adanya implementasi ancaman untuk memakai
kekerasan. Meskipun tidak terjadi kekerasan, perlu diketahui bahwa sikap
tunduk merupakan akibat dari penerapan ancaman militer sebagai bentuk
penyelesaian konflik dengan cara tidak damai. Pihak yang melakukan
penangkalan atau penundukan akan menunjukkan kepada pihak lain bahwa
kemungkinan resiko untuk melanjutkan tindakan atau mempertahankan tuntutan
akan lebih besar dibanding melakukan penarikan kembali tuntutannya dan
menghentikan sama sekali tindakannya.

4. Kompromi.
Kompromi adalah penyelesaian konflik atau krisis internasional yang menuntut
pengorbanan dari posisi yang telah diraih oleh pihak yang bersengketa.
Masalah utama dalam mencapai kompromi adalah bagaimana meyakinkan pihak yang
bersengketa untuk menyadari bahwa resiko untuk tetap mempertahankan atau
melanjutkan konflik di antara mereka jauh lebih besar dibanding resiko untuk
melakukan penurunan tuntutan atau menarik mundur posisi militer dan
diplomatik.

5. Penyelesaian melalui pihak ketiga.
Akibat yang agak rumit dari penyelesaian konflik atau krisis internasional
berdasarkan kompromi ialau penyelesaian melalui pihak ketiga (Award).
Bentuk penyelesaian seperti ini mencakup penyerahan persetujuan dan itikad
baik untuk menyelesaikan masalah berdasarkan berbagai kriteria keadilan.

6. Penyelesaian secara damai.
Penyelesaian melalui cara-cara damai (perundingan, konsiliasi dan lain
sebagainya) sehingga masing-masing pihak yang bersengketa secara perlahan
dapat menerima keadaan posisi yang baru.

Kecenderungan lingkungan strategis yang berpengaruh terhadap Indonesia:

1. Global

a. PBB. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat ini genap berusia 62
tahun, merupakan suatu organisasi internasional yang beranggotakan hampir
seluruh negara di dunia dan dibentuk dengan tujuan sebagai fasilisator dalam
hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi maupun
perlindungan sosial bagi negara-negara anggotanya. Sepanjang enam
dasawarsa lebih, PBB menghadapi berbagai isu internal maupun eksternal.
Salah satu isu internal terpenting, yang keberadaannya sampai sekarang masih
menarik untuk dicermati, adalah isu reformasi PBB mencakup reformasi
birokrasi dan struktural. Birokrasi di lingkungan internal PBB terutama
terkait urusan pembangunan, ekonomi, keuangan, sosial, bantuan kemanusiaan,
perdamaian dan keamanan yang selama ini dirasakan terlalu berbelit dan tidak
efisien, sehingga perlu direformasi. Sementara, negara-negara berkembang
khususnya anggota Gerakan Non Blok (GNB) gencar menuntut reformasi struktur
organisasi PBB yang dinilai timpang, karena terlalu didominasi negara-negara
maju yang sesungguhnya minoritas di PBB. Ketimpangan tersebut tercermin
jelas pada Dewan Keamanan (DK) PBB, sehingga struktur organisasi PBB memang
seharusnya sangat mendesak untuk direformasi. Akan tetapi keinginan
(usulan) negara-negara berkembang agar jumlah negara wakil mereka yang punya
hak veto di DK ditambah, tidak pernah mendapat tanggapan terutama oleh AS,
yang selalu menentang usulan paket reformasi struktural seperti itu.
Konsekuensinya, reformasi PBB tidak akan pernah terwujud antara lain akibat
hegemoni, arogansi dan kesewenang-wenangan As secara gobal yang tampaknya ke
depan masih akan terus berlangsung.

b. HAM. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan dan merupakan anugerah yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dilindungi negara, hukum, pemerintah, dan tiap
orang, demi kehormatan, harkat, dan martabat manusia. Namun, tidak semua
hak dapat dikategorikan sebagai HAM, karena pengaturannya telah diatur dalam
UUD, UU organik, dan perjanjian internasional. Konsekuensi kurangnya
pemahaman akan hakikat dan pembatasan HAM, merupakan salah satu penyebab
tindakan anarkis termasuk di Indonesia. Ekspresi penggunaan HAM seperti
tarian cakalele sambil mengibarkan bendera RMS di Ambon atau pernyataan
merdeka dan pengibaran bendera Bintang Kejora di Jayapura, merupakan contoh
penggunaan HAM yang salah, karena dalam penggunaan HAM tidak boleh
mengganggu ketertiban umum, keutuhan, dan kesatuan bangsa. Ketegasan
Presiden dalam pidato kenegaraan untuk menindak gerakan separatis yang
mengancam kesatuan bangsa perlu didukung, karena tindakan hukum atas
kelompok separatis ini, merupakan upaya menegakkan kedaulatan NKRI dan
wibawa pemerintah. Dalam kenyataannya, HAM juga dapat menjadi alat negara
adidaya untuk menekan dan memaksakan kehendaknya terhadap negara-negara
berkembang. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di belahan
dunia terus dituntut penyelesaiannya, baik oleh AS maupun beberapa negara
maju lainnya, dengan memanfaatkan PBB dan berusaha menghadirkan pengadilan
HAM internasional, khususnya bagi negara berkembang yang melanggarnya.
Apabila penyelesaian pelanggaran HAM belum dituntaskan, AS dan sekutunya
cenderung menerapkan sanksi ekonomi maupun politik, atau bahkan dengan
kekuatan militer.

c. Terorisme Internasional. AS dan sekutunya cenderung
menggunakan kekuatan bersenjata dalam memerangi terorisme internasional dan
melakukan tekanan terhadap negara yang mendukung teroris dan negara-
negara yang tidak kooperatif dengan AS. Ancaman terorisme yang berkembang
di berbagai belahan dunia sejauh ini masih sulit untuk diberantas karena
memiliki jaringan organisasi yang kuat dan rapi, didukung personel yang
militan, dana yang sangat besar serta kekuatan yang tersebar khususnya di
wilayah Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Eropa. Sebagian
masyarakat dunia sejauh ini selalu mengidentikkan terorisme dengan Islam,
akibatnya bagi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti
Indonesia dituduh sebagai sarang teroris. Mereka juga menganggap bahwa aksi
terorisme yang terjadi adalah sebagai sikap solider negara-negara dan
golongan golongan lemah dalam menghadapi tekanan negara negara maju seperti
AS dan sekutunya. Bagi Indonesia dalam menanggulangi aksi teroris
internasional menghadapi dilema, di satu sisi pemerintah mendapat tekanan
untuk memerangi terorisme internasional, namun di sisi lain Undang-Undang
terorisme yang ada, dalam operasionalnya hanya berdasarkan pada KUHP, tidak
seperti ISA yang dimiliki oleh negara lain.

d. Non Goverment Organization (NGO). Peran NGO dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat internasional semakin meningkat dan mampu
mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh suatu lembaga internasional
maupun pemerintah suatu negara. Di Indonesia seiring dengan demokratisasi
yang berjalan cukup baik, banyak NGO yang telah menjalin kerjasama dengan
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Namun masih ada NGO yang
mendiskreditkan pemerintah dan lebih mengutamakan kepentingan negara
donatur. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena makin maraknya NGO-NGO yang
semata-mata bekerja demi kucuran dana dan tidak menutup kemungkinan dapat
digunakan oleh organisasi atau negara donatur untuk mengganggu stabilitas
NKRI.

e. Lingkungan Hidup. Sejak tahun 1972, telah dilakukan beberapa
konferensi PBB dalam bidang lingkungan hidup. Berbagai deklarasi yang
telah disepakati dan berbagai konvensi internasional di bidang lingkungan
hidup, merupakan instrument hukum normatif untuk menegakkan kepentingan
terhadap lingkungan hidup. Tidak adanya perencanaan pembangunan berwawasan
lingkungan hampir di setiap negara, secara ekstrim dapat dikatakan bahwa
tengah terjadi perencanaan perusakan alam dan krisis ekologi. Hal ini
terjadi karena negara pemodal, dan sistem pengetahuan, serta teknologi
modern telah mereduksi alam sehingga menjadi onggokan komoditi yang bisa
direkayasa dan di eksploitasi, hanya untuk memperoleh keuntungan ekonomi
jangka pendek. Ekspansi sistem monokultur, eksploitasi hutan, industri
eksploitasi kekayaan tambang telah mengganggu dan menghancurkan fungsi-
fungsi ekologi serta keseimbangan alam. Privatisasi kekayaan alam hanya
diperuntukkan semata-mata untuk tujuan komersial, bahkan dengan alasan
konservasi sekalipun telah menjauhkan akses dan kontrol rakyat pada sumber-
sumber kehidupan. Pada gilirannya, berbagai bencana lingkungan, seperti
kebakaran hutan dan lahan, banjir, kekeringan, pencemaran, dan krisis air
telah menjadi bencana yang harus diderita oleh masyarakat dunia dari tahun
ke tahun. Di Indonesia terkait, masalah lingkungan hidup yang tengah
dihadapi saat ini antara lain, penebangan hutan secara liar/pembalakan
hutan, polusi air dari limbah industri dan pertambangan, polusi udara di
daerah perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling kotor ke 3 di
dunia), asap dan kabut dari kebakaran hutan, kebakaran hutan permanen/tidak
dapat dipadamkan, perambahan suaka alam/suaka margasatwa, perburuan liar,
perdagangan dan pembasmian hewan liar yang dilindungi, penghancuran terumbu
karang, pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju, pembuangan sampah
tanpa pemisahan/pengolahan ataupun kesalahan mengelola alam seperti semburan
lumpur liar di Sidoarjo Jawa Timur. Ironisnya isu kondisi dunia yang
terancam akibat kerusakan lingkungan hidup, terus dimanfaatkan untuk menekan
negara-negara berkembang demi pencapaian kepentingan negara-negara maju,
bahkan telah berdampak pada konflik kekerasan terhadap negara-negara
berkembang.

f. Demokratisasi. Isu demokratisasi yang diidentikkan dengan kebebasan
menyampaikan pendapat cenderung dimanfaatkan oleh negara maju untuk ikut
campur dalam urusan dalam negeri negara berkembang. Di Indonesia, isu
demokratisasi yang disuarakan melalui sebagian LSM cenderung digunakan untuk
mempengaruhi kebijakan pemerintah demi kepentingan negara donatur.

g. Ilpengtek. Kemajuan ilpengtek di bidang pertahanan telah
dimanfaatkan untuk membangun berbagai persenjataan militer, sehingga
mengakibatkan terjadinya perlombaan persenjataan yang berdampak terjadinya
ketidakseimbangan kekuatan militer di kawasan. Dominasi kemajuan ilpengtek
di bidang pertahanan oleh negara super power cenderung dimanfaatkan untuk
mempengaruhi dan menekan negara-negara berkembang. Di Indonesia, kemajuan
ilpengtek di bidang informasi baik media cetak maupun elektronik cenderung
dimanfaatkan oleh kelompok tertentu sebagai wahana untuk membentuk opini
dalam rangka mendiskreditkan dan merongrong kewibawaan pemerintah.
Lebih lanjut, perkembangan konsep Revolution in Military Affairs (RMA) oleh
negara tertentu cenderung mempengaruhi perubahan doktrin, strategi dan
taktik perang. Apabila dihadapkan kepada kekuatan alutsista yang dimiliki
oleh TNI yang pada umumnya sudah tidak memadai maka dapat berpengaruh
terhadap postur TNI dalam rangka menghadapi ancaman yang datang dari luar
maupun dalam negeri.

h. Kejahatan Lintas Negara

1) Peredaran Narkoba. Ancaman peredaran dan penggunaan
narkoba di negara-negara seluruh dunia, mayoritas pengguna narkoba
adalah generasi muda, yang dapat menghancurkan suatu generasi
bangsa. Indonesia terindikasi selain sebagai tempat peredaran, juga
sebagai negara yang memproduksi pil ecstasy secara besar-besaran.
Jaringan pengedar Narkoba lintas negara cenderung memanfaatkan
kelemahan penegakan hukum di negara-negara sasaran. Dikhawatirkan
apabila tidak mendapatkan penanganan yang serius maka Indonesia akan
kehilangan satu generasi.

2) Penyelundupan. Pelaku penyelundupan cenderung memanfaatkan
kelemahan penegakan hukum dan longgarnya pengawasan pada pintu-pintu
masuk baik di pelabuhan maupun di bandara dari aparat suatu negara.
Indonesia yang memiliki geografi sangat luas yang tidak diimbangi
dengan kemampuan mengawasi garis pantai yang menjadi pintu masuk
penyelundupan, keterbatasan kemampuan peralatan tehnologi serta
mentalitas aparat penegak hukum merupakan lahan bagi jaringan mafia
penyelundupan internasional terutama di daerah konflik yang rawan
penyelundupan senjata dan munisi.

3) Money Laundering. Pelaku kejahatan money laundering
cenderung memanfaatkan fasilitas di negara-negara tertentu yang
mengijinkan peredaran uang hasil kejahatan bebas dari jangkauan hukum
dan kepolisian. Kerjasama penanganan kejahatan money laundering
antara Indonesia dengan negara-negara tertentu masih lemah, khususnya
dalam penegakan hukum dan perjanjian ekstradisi. Perjanjian
kerjasama ekstradisi antara pemerintah RI dan Singapura walaupun
masih mengalami beberapa kendala, diharapkan pada tahun 2006
perjanjian ekstradisi kejahatan money laundering sudah terjalin.

4) Cyber Crime. Kejahatan Cyber Crime cenderung digunakan
untuk menimbulkan opini dunia terhadap kelemahan pemerintah, yang
dilakukan bukan hanya oleh individu bahkan dilakukan oleh suatu
organisasi yang besar dan rapi cara kerjanya. Bagi Indonesia, akibat
kejahatan yang menggunakan sarana Cyber Crime tersebut, berdampak
pada kepercayaan dunia terhadap negara.

i. Imigran Gelap. Imigran gelap secara besar-besaran dari suatu negara
ke negara lain, cenderung menggunakan Indonesia sebagai negara transit
menuju ke negara tujuan seperti Australia dan New Zealand. Di negara transit
seperti Indonesia, para imigran gelap tersebut mendapatkan perlakuan
istimewa dari badan kemanusiaan PBB dengan memberikan fasilitas akomodasi
dan jaminan hidup. Dampak dari adanya imigran gelap yang mendapatkan
perlakuan istimewa tersebut, dapat menimbulkan kecemburuan sosial bagi
masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan dapat
menciptakan instabilitas.

j. Konflik Antar Negara. Konflik antar negara yang menggunakan
kekuatan militer, dewasa ini sudah tidak populer. Suatu negara yang
menyerang negara lain cenderung menggunakan kekuatan ekonomi, politik dan
sosial budaya, sedangkan kekuatan militer digunakan apabila ketiga kekuatan
tersebut tidak berhasil. Konflik-konflik tersebut menimbulkan keberpihakan
negara super power untuk dapat ambil bagian dalam penyelesaian konflik
sesuai dengan kepentingannya. Konflik tersebut cenderung dipelihara dan
dimanfaatkan oleh negara-negara tertentu baik dalam mempertahankan
kepentingan politik, ekonomi serta bagi produsen senjata untuk tetap menjaga
kelangsungan pasar senjata. Bagi Indonesia diharapkan tidak tergantung
terhadap negara lain dalam mempertahankan kekuatan angkatan bersenjatanya.


2. Regional.

a. Kawasan Amerika.
Dengan kebijakan pre-emptive strike terhadap ancaman terorisme dan gagasan
Regional Maritime Security Initiative (RMSI), maka AS akan terus berusaha
untuk dapat melakukan campur tangan dalam menangani keamanan di Selat
Malaka, yang merupakan SLOC terpadat di dunia. Kebijaksanaan AS dalam
menerapkan sanksi embargo ekonomi dan peralatan militer terhadap negara-
negara yang dinilai melakukan pelanggaran HAM akan terus dilakukan secara
sepihak.

b. Kawasan Eropa.

1) Uni Eropa. Organisasi Uni Eropa telah berubah dari
sebuah kesatuan ekonomi menjadi sebuah kesatuan politik. Dalam
pertemuan puncak para pemimpin Uni Eropa yang diselenggarakan pada
Oktober 2007 di Lisbon, Portugal telah disepakati untuk mereformasi
blok mereka, yang mencakup pembentukan presiden baru Dewan Eropa
yang bermasa jabatan lebih panjang dan kepala kebijakan luar negeri
Uni Eropa. Hubungan RI selama ini terjalin cukup baik. Pada
bulan November 2007 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima
kunjungan kehormatan Presiden Uni Eropa Jose Manuel Barroso ke
Indonesia. Dalam kunjungan kehormatan tersebut telah disepakati
Memorandum of Understanding (MoU) mengenai Multi Annual Indicative
Programme untuk tahun 2007-2010 antara Pemerintah RI dan UE yang
meliput bidang pendidikan dasar, pengembangan ekonomi investasi dan
perdagangan, serta penegakan hukum dan reformasi yudisial.
Permasalahan yang cukup mengganggu hubungan RI-Uni Eropa adalah,
larangan terbang bagi maskapai penerbangan Indonesia yang diterapkan
Uni Eropa bulan Juli 2007. Uni Eropa juga telah menggunakan isu
HAM sebagai persyaratan standar untuk menetapkan kebijakan terhadap
negara-negara lain. Dalam rangka menegakkan nilai-nilai HAM,
Parlemen Eropa telah mengeluarkan suatu keputusan bersama untuk
melarang penjualan dan membatasi peggunaan peralatan militer kepada
negara yang dinilai kurang tegas dalam penegakan HAM.

2) Belanda. Pemerintah Belanda saat ini sudah tidak
mempermasalahkan lagi kedaulatan RI atas Papua, walaupun sebelumnya
pernah mengusulkan peninjauan kembali Act of Free Choise
(AFC)/Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua dan menunjuk
Departemen Kehakiman bersama Netherland Institute Oorlog
Dokumentasie (NIOD) untuk melakukan penelitian. Hasil penelitian
mengakui bahwa walaupun terdapat banyak kejanggalan, Pepera telah
sah diakui PBB dan dunia internasional. Namun demikian tidak
menutup kemungkinan pelarian eks tokoh RMS dan LSM atau NGO yang pro
terhadap perjuangan RMS maupun Papua Merdeka, khususnya yang berada
di negara tersebut terus berusaha untuk mencari dukungan dan
mempengaruhi kebijakan pemerintah. Peran Belanda dalam
permasalahan di Maluku dan Papua merupakan wujud campur tangan asing
di dalam negeri, sehingga hal ini tetap perlu diwaspadai dan
dicermati.

3) Inggris. Perjanjian pertahanan khusus 5 (lima) negara
(Inggris, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru) yang
diwujudkan dalam perjanjian pertahanan five power defence agreement
akan digunakan oleh Inggris sebagai alat diplomasi dan menekan
negara-negara lain dalam kawasan regional dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi, seperti permasalahan Ambalat antara
Indonesia dan Malaysia. Inggris sebagai sekutu setia AS cenderung
mengikuti kebijakan luar negeri AS dalam perang melawan terorisme
termasuk menyerang suatu negara dengan kekuatan militer. Inggris
juga tetap akan memberlakukan Conditionally sebagai pengganti
embargo peralatan militer apabila negara pengguna produk militer
Inggris tersebut dianggap melakukan pelanggaran HAM.

4) Swedia. Tengku Hasan Tiro, Zaini Abdullah, dan Malik
Mahmud adalah tokoh mantan petinggi GAM yang memiliki
kewarganegaraan Swedia dan tinggal di negara tersebut. Walaupun
Tengku Hasan Tiro berkewarganegaraan Swedia, namun hingga saat ini
dia masih tetap dianggap sebagai Wali Nanggroe oleh mantan kelompok
GAM. Pasca Pilkada di NAD yang dimenangkan oleh para mantan
petinggi GAM, tidak menutup kemunginan apabila keinginan kelompoknya
tidak tercapai, mereka akan mengarah untuk melaksanakan referendum
dan melancarkan propaganda bagi kepentingan separatis Aceh.
Keberadaan mereka sebagai warga negara Swedia, dapat dimanfaatkan
oleh kelompok tersebut, untuk melakukan lobi-lobi dan mempengaruhi
pemerintah Swedia, khususnya membawa permasalahan NAD ke forum
internasional. Walaupun saat ini kelompok mereka tampaknya
menerima perjanjian dengan Indonesia menyusul ditandatanganinya MoU
kesepakatan damai antara pemerintah RI dengan GAM dan cooling down,
namun kegiatan dan sepak terjangnya di negara tersebut tetap perlu
diwaspadai dan dicermati.

5) Rusia. Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin
telah bangkit dengan kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang
dimiliki termasuk sistem persenjataan dan Alutsista pertahanannya.
Sebagai salah satu negara komunis terbesar di dunia, Rusia saat ini
terus berusaha mengembangkan sistem persenjataan dan Alutsista
pertahanannya. Kedekatan Rusia dalam permasalahan program
pengayaan uranium di Iran, tidak menutup kemungkinan adanya
kerjasama terselubung diantara kedua negara tersebut, khususnya
dalam upaya pengembangan senjata nuklir sebagai wujud antisipasi
bagi perkembangan sistem persenjataan AS maupun Israel. Sistem
persenjataan dan alutsista udara Rusia tidak sedikit yang diekspor
ke manca negara, termasuk Indonesia, untuk mengurangi ketergantungan
pada alutsista dari negara-negara barat. Perkembangan kerjasama
dengan pemerintah Indonesia khususnya, dalam pengadaan alutsista
pertahanan, tetap perlu adanya kehati-hatian dan kewaspadaan, karena
kondisi ini tidak menutup kemungkinan dapat dimanfaatkan oleh
kelompok tertentu untuk mempengaruhi dan menyebarkan ajaran komunis
di Indonesia.

c. Kawasan Afrika. Negara-negara di kawasan Afrika yang memiliki
sumber daya alam yang besar, sangat tergantung pada negara negara maju yang
memiliki teknologi tinggi, akibatnya kesejahteraan masyarakat di negara-
negara tersebut belum dapat terpenuhi. Beberapa permasalahan menonjol yang
dihadapi mayoritas negara-negara kawasan Afrika, antara lain yaitu konflik
internal dan faktor ketinggalan baik secara politik, ekonomi maupun sosial
budaya. Situasi keamanan di beberapa negara di kawasan Afrika masih sangat
rawan seperti di Nigeria, Sierra Leone, Kongo, Sudan dan Somalia yang
diakibatkan terjadinya pemberontakan bersenjata menuntut pemisahan diri dan
penguasaan sumber daya minyak. Pemberontakan yang terjadi di kawasan
Afrika, akan dapat mempengaruhi situasi perekonomian di
kawasan/internasional, mengingat Nigeria dan beberapa negara lainnya
merupakan penghasil minyak dunia. Indonesia telah berpartisipasi aktif
dalam usaha penyelesaian beberapa konflik di kawasan tersebut, melalui
pengiriman pasukan perdamaian Kontingen Garuda di bawah naungan PBB.
Kondisi politik, keamanan, dan perekonomian di beberapa negara yang kurang
stabil, mengakibatkan banyak warganegara dari kawasan ini melakukan eksodus
penduduk untuk mencari kehidupan ke negara yang lebih baik keadaannya,
termasuk Indonesia. Secara historis hubungan Indonesia dengan negara-
negara Afrika , telah terjalin dengan baik dan merupakan pendukung NKRI di
berbagai forum internasional termasuk PBB dan organisasi gerakan non blok.
Di sisi lain, kawasan Afrika dapat dijadikan pangsa pasar produk-produk
Indonesia. Di Indonesia, masyarakat asal Afrika banyak yang melakukan
tindakan-tindakan kriminal, seperti peredaran narkoba, uang palsu serta
penyebaran virus HIV/AIDS. Keadaan ini dapat dimanfaatkan oleh sindikat
kriminal ataupun jaringan narkoba internasional untuk melaksanakan aksinya di
negara-negara lain di seluruh dunia termasuk Indonesia, terbukti dengan
banyaknya bandar narkoba yang tertangkap di Indonesia berasal dari kawasan
tersebut.

d. Kawasan Timur Tengah. Berbagai konflik yang terjadi di negara-
negara Timur Tengah cenderung mewarnai situasi dan keadaan di tahun 2008.
Sebagian masyarakat muslim radikal akan tetap memanfaatkan momentum tersebut
untuk mencapai tujuan fanatisme Islam yang sempit. Permasalahan dalam negeri
Irak dan konflik Palestina- Israel diperkirakan belum akan selesai secara
tuntas. Situasi dan keadaan di Timur Tengah yang memperlihatkan kesewenang
wenangan dan ketidak adilan AS dan Israel, akan terus menumbuhkan perasaan
solidaritas negara-negara Islam termasuk Indonesia. Permasalahan ini juga
akan terus memicu timbulnya kelompok teroris di berbagai belahan dunia,
termasuk di Indonesia.

e. Kawasan Asia Selatan.

1) India. India dengan kemajuan teknologi yang dimiliki saat
ini, akan terus membangun dan memodernisasi kekuatan angkatan
bersenjatanya. Guna mendukung ambisinya, India meningkatkan
fasilitas pangkalan di seluruh India, termasuk di Kepulauan Nicobar
dan Andaman yang berbatasan langsung dengan NKRI dengan konsep Blue
Water Navy. Konsep tersebut dikhawatirkan akan berpengaruh
terhadap situasi sekitarnya maupun situasi kawasan. Pertikaian
dalam masalah Jammu dan Khasmir antara India-Pakistan yang masing-
masing menguasai teknologi nuklir dan peluru kendali jarak jauh
menimbulkan kekhawatiran negara-negara di kawasan, disamping itu AS
cenderung memanfaatkan pertikaian tersebut untuk menjual alat-alat
perangnya, sehingga menambah ketegangan kedua negara tersebut.

2) Pakistan. Kecenderungan perkembangan Islam radikal di
Pakistan akan tetap berpengaruh terhadap kebijakan dalam negeri
Pakistan. Hal ini akan berdampak terhadap situasi keamanan dalam
negeri Pakistan diantaranya akan tetap terjadi tindakan-tindakan
teror dari kelompok Islam radikal dalam upayanya memperjuangkan
kepentingannya. Disamping itu kebijakan Pakistan yang memerangi
kelompok Al Qaeda dan Taliban membuat para pelajar dan mahasiswa
yang menuntut ilmu di Pakistan termasuk pelajar dari Indonesia
antipati terhadap kebijakan pemerintah Pakistan sehingga banyak
diantara mereka terlibat dalam aksi teror dalam menentang kebijakan
negara Pakistan. Demi mendapatkan dukungan AS, maka Pakistan akan
terus melakukan operasi untuk memerangi kelompok Al Qaeda pimpinan
Osama Bin Laden dan Taliban.

3) Sri Lanka. Pemberontak kelompok Pembebasan Macan Tamil
Eelam/Liberation Tiger Tamil Eelam (LTTE) masih menjadi masalah
utama yang dihadapi pemerintah Sri Lanka. Upaya mencari
penyelesaian konflik antara pemerintah dengan LTTE terus
dilaksanakan. Pemberontakan terhadap pemerintah dengan aksi
sabotase dan penyerangan terhadap aparat serta fasilitas negara
masih sering terjadi. Akibat kejadian tersebut, tidak sedikit warga
yang berada di daerah konflik, melakukan eksodus atau mengungsi ke
negara tetangga yang lebih aman, termasuk Indonesia khususnya yang
eksodus sebagai manusia perahu.

f Kawasan Asia Timur.

1) Jepang. Jepang dengan perubahan UU tentang pengembangan
militer terlihat berambisi menggunakan kekuatannya untuk berperan
dalam kancah Internasional walaupun peranannya masih terbatas untuk
membantu AS dalam misi perdamaian, maupun misi kemanusiaan, seperti
yang terjadi pada penggulangan bencana Tsunami di Aceh. Keamanan
Selat Malaka menjadi perhatian Jepang karena perekonomian dan
perdagangan serta industri Jepang sangat tergantung kepada keamanan
Selat tersebut. Jepang dalam pembicaraan Six Parties Talk Forum
sangat berkepentingan terhadap keamanan kawasan di samping untuk
melindungi wilayah pertahanannya juga untuk mencegah terjadinya
perang nuklir di kawasan Asia Timur. Telah terciptanya hubungan
yang lebih baik dengan Cina, diharapkan dapat melahirkan kesepakatan
kesepakatan baru untuk isi nuklir Korea Utara. Di sisi lain
hubungan Jepang dengan Korsel akan tegang selama konflik perbatasan
P. Dokdo tidak diselesaikan secara bijak.

2) Republik Rakyat China (RRC). Paham Komunisme masih akan
digunakan oleh pemerintah Cina sebagai ideologinya, namun pemerintah
RRC juga berupaya meningkatkan sektor perekonomian yang mengalami
kemajuan pesat untuk kesejahteraan rakyatnya. Selain pertumbuhan
ekonomi, RRC terus mengembangkan kemampuan militernya dengan
meningkatkan anggaran militernya. Dalam isu nuklir Korea Utara, RRC
tetap memainkan peran yang sangat menentukan, karena hubungan
bilateral yang baik antara RRC dengan Korea Utara dan kesamaan
ideologi.

3) Semenanjung Korea. Proses reunifikasi kedua negara
Korea Utara dan Korea Selatan belum memperlihatkan hasil yang
signifikan. Kepentingan sejumlah negara besar seperti AS, Cina,
Rusia dan Jepang masih mewarnai alotnya proses tersebut. Kedua
negara juga masih harus mengatasi perbedaan sosial ekonomi yang
tajam dan perbedaan ideologi. Program nuklir dan pengembangan
rudal jarak jauh Korea Utara masih merupakan salah satu kendala
hubungan antara Korea Utara dengan Korea Selatan maupun AS. Korut
cenderung mempertahankan program tersebut untuk melindungi diri dari
ancaman AS. Berkaitan dengan perubahan sistem pertahanannya, AS
telah menarik 12.000 pasukan dari 37.000 pasukannya dari Korea
Selatan, namun AS akan tetap reliable and interoperable allies bagi
Korea Selatan, serta tetap akan melanjutkan pemeliharaan stabilitas
regional di kawasan Asia Pasifik. Korsel akan terus meningkatkan
kemampuan persenjataannya untuk mengimbangi kekuatan persenjataan
Korea Utara, Cina, maupun Jepang. Kondisi ini mengindikasikan
adanya perlombaan persenjataan di kawasan Asia Pasifik yang
berdampak pada stabilitas di kawasan.

g. Kawasan Asia Tengah.

1) Afghanistan. Situasi keamanan di Afghanistan yang belum
kondusif cenderung dimanfaatkan oleh kelompok jaringan teroris
sebagai basis pendidikan dan latihan perjuangan kelompok kepentingan
Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden di seluruh dunia. Kebijakan
AS membantu pemerintah Afghanistan dalam memerangi terorisme
kelompok Al Qaeda membuat sebagian masyarakat Islam di
Afghanistan maupun negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam
termasuk Indonesia antipati terhadap AS karena di anggap memusuhi
Islam. Ke depan diperkirakan jaringan teroris Al Qaeda masih tetap
eksis, dan akan terus berjuang mengusir AS, dengan melakukan aksi
teror terhadap kepentingan AS baik di dalam maupun di luar
Afghanistan. Dampak situasi dalam negeri Afghanistan bagi
Indonesia adalah timbulnya rasa solidaritas sesama muslim yang
diwujudkan dalam aksi-aksi menentang AS. Hal ini akan dimanfaatkan
oleh kelompok-kelompok tertentu yang pernah mengikuti pendidikan dan
latihan perjuangan Islam di Afghanistan untuk melakukan aksi teror
terhadap kepentingan AS di Indonesia.

2) Iran. Untuk mengantisipasi dan menyikapi berbagai
kemungkinan ke depan, Iran terus berusaha meningkatkan kemampuan
alutsista militer dan pertahanannya. Pada parade militer tahun
2007 Iran telah memperkenalkan rudar Ghadr I yang mempu menjangkau
sasaran sejauh 1.800 km. Iran saat ini juga sedang membuat rudal
balistik jarak jauh Ashurra, yang menurutnya mampu menjangkau target
sejauh 2.000 km dari Iran, termasuk sasaran AS di Timur Tengah atau
Israel. Sementara itu isu program pengayaan dan pemanfaatan energi
nuklir oleh Iran, hingga saat ini masih tetap menjadi perhatian
khusus AS bersama badan atom dan energi internasional, walaupun
informasi intelijen AS menyatakan bahwa Iran telah menghentikan
program tersebut sejak tahun 2003 dan saat ini belum terbukti secara
nyata. Mereka terus mencurigai bahwa program pengembangan nuklir
Iran untuk tujuan damai telah disimpangkan untuk tujuan pengembangan
senjata nuklir. AS juga telah menuduh dan membuat alibi
internasional bahwa Iran sebagai tempat kegiatan persembunyian
teroris dan juga terlibat dalam pengiriman militan ke wilayah
Irak. Iran membantah segala tuduhan AS dengan mengizinkan IAEA
untuk memeriksa dengan hasil tidak ditemukan bukti. Tidak menutup
kemungkinan AS dan Israel akan tetap melakukan tekanan-tekanan
internasional atau bahkan melancarkan serangan militer ke Iran, jika
Iran dianggap masih berpotensi untuk membangun program persenjataan
nuklir. Melihat kecenderungan yang berkembang saat ini , sangat
dimungkinkan AS melaksanakan aksi militer terhadap fasilitas-
fasilitas nuklir Iran, mengingat belum ditemukannya kata sepakat di
Dewan Keamanan PBB menyangkut kasus nuklir Iran. AS akan kembali
mengambil langkah sepihak, untuk memastikan tidak ada lagi ancaman
nuklir dari negara-negara yang cenderung menentangnya. Isu nuklir
tampaknya hanya menjadi alasan dari agenda yang lebih besar,
termasuk menyingkirkan rezim di Iran atau bahkan agenda kekuatan
militer AS untuk dapat mengubah rezim di Timur Tengah yang mendukung
kepentingan politiknya. Menyikapi perkembangan tersebut
pemerintah Iran menyatakan, bahwa negaranya memiliki kemampuan
militer yang dapat menyerang semua target dan kepentingan AS di
Timur Tengah. Sikap AS tesebut menimbulkan simpati maupun
kemarahan kelompok masyarakat Islam radikal di dunia. Sikap AS
terhadap permasalahan program nuklir Iran dikhawatirkan makin
menambah ketegangan di kawasan ini karena Iran tetap menyatakan
tidak akan mundur dari niatnya untuk melanjutkan pengayaan uranium
yang menjadi tujuan strategisnya jangka panjang dari negaranya.

h. Kawasan Asia Tenggara.

1) Singapura. Hubungan Bilateral Singapura-Indonesia
dipermukaan cenderung membaik, namun pihak Singapura selalu
membiarkan bahkan cenderung melindungi pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab dan sangat merugikan Indonesia seperti money
loundring, illegal lodging, pencurian pasir laut, penyelundupan BBM,
pembuangan limbah radio aktif. kerjasama pembuatan konsep
perjanjian ekstradisi yang telah ditindak lanjuti oleh kedua negara
dan diikuti perjanjian DCA telah mengalami kegagalan. Apabila sikap
Singapura tidak mengalami perubahan, maka upaya penegakan hukum
pemberantasan korupsi di Indonesia akan mengalami kendala. Upaya
pembangunan pangkalan udara dan laut di Changi Singapura serta
rencana penarikan kekuatan sistem senjata udaranya dari luar negeri,
diperkirakan Singapura akan memperkuat angkatan bersenjatanya.

2) Malaysia. Malaysia sering melaksanakan kebijaksanaan secara
sepihak yang berkaitan dengan wilayah teritorialnya seperti
pembuatan peta Malaysia yang ditentang oleh negara tetangganya.
Demikian juga dalam menyelesaikan setiap sengketa atau permasalahan
antar negara tidak diselesaikan secara bilateral namun cenderung
diangkat ke Mahkamah Internasional seperti halnya terhadap kasus
Sipadan dan Ligitan. Penyelesaian sengketa Blok Ambalat ke depan,
diperkirakan Malaysia tidak ingin menyelesaikannya secara bilateral
dan mencari peluang untuk dapat diangkat ke forum Mahkamah
Internasional. Upaya penggalangan pihak Malaysia terhadap
masyarakat Indonesia di perbatasan cenderung menimbulkan kecemburuan
sosial dan menurunkan rasa nasionalisme. Pada masa mendatang
Malaysia dapat menjadi potensi ancaman bagi negara lain termasuk
Indonesia, untuk itu semua aktivitas yang dilakukan pihak Malaysia
perlu diwaspadai.

3) Filipina. Pemberontakan di wilayah Moro yang melibatkan
kelompok separatis MILF cenderung terus berlanjut sampai dengan
tercapai kemerdekaannya. Pengiriman senjata dari gerilyawan
Filipina kepada kelompok yang bertikai di Indonesia melalui daerah
perbatasan diperkirakan masih terus berlanjut. Secara diplomatik
Filipina mengakui kedaulatan NKRI, namun dalam kasus perbatasan di
Kepulauan Miangas, Filipina menganut azas Treaty of Paris 1898,
yang memasukan P. Miangas ke dalam wilayah Filipina, yang tidak
sesuai dengan UNCLOS 1982. Kedepan hal tersebut merupakan potensi
konflik perbatasan Filipina-Indonesia.

4) Thailand. Kelompok separatis muslim Pattani United
Liberation Organization (PULO) di wilayah Thailand Selatan yang
menginginkan melepaskan diri dari Pemerintah cenderung masih
berlanjut, walaupun pemerintah Thailand dalam upaya meredam konflik
tersebut mengangkat salah satu Panglima bersenjatanya beragama
Islam. Selama permintaan obat bius di dunia masih besar maka
diperkirakan daerah Golden Triangle Region, salah satu daerah
produksi Narkoba di dunia tetap berlanjut dan perdagangannya
memiliki jaringan sampai ke Indonesia. Diperkirakan nelayan
Thailand masih terus melakukan pencurian ikan ke wilayah negara
lain termasuk Indonesia, akibat keterbatasan sumber ikan.

5) Kamboja. Negara ini masih akan dikuasai oleh kekuatan
komunis. Kamboja masih harus terus berusaha keras membangun
negaranya akibat SDA dan SDM yang masih terbatas. Akibat kemiskinan
maka aksi peneyelundupan senjata dan narkoba dari daerah ini ke
negara negara tetangga, termasuk Indonesia, masih akan terus marak.

i. Kawasan Pasifik Selatan

1) Australia. Terpilihnya Kevin Rudd dari Partai Buruh
sebagai Perdana Menteri dalam pemilu di Australia belum lama ini,
tampaknya akan membawa banyak perubahan kebijakan baik dalam negeri
maupu politik luar negeri negara tersebut. Australia di bawah
kepemimpinan Partai Buruh, selama ini memiliki catatan yang positif
dalam hubungan kerjasama dan persahabatan dengan Indonesia.
Hubungan dan kerjasama antara Indonesia dan Australia yang sempat
mengalami pasang surut selama ini, dibawah kepemimpinan Kevin Rudd
ke depan diharapkan semakin baik dan meningkat. Namun, demikian
tetap harus diantisipasi dan diwaspadai ambisi dari Australia, yang
selama ini ingin menjadi negara pemegang hegemoni di kawasan.
Dalam rangka mewujudkan ambisinya Australia telah membangun beberapa
fasilitas militer di wilayah utara, meliputi pembangunan pangkalan
udara di Thursday Island dekat Merauke, pembangunan Shuttle Space
Center di pulau Christmas menggelar sistem pertahanan peluru kendali
di Pine Gap meliputi rudal Joint Air to Surface off Missile (JASSM)
dengan jarak mencapai 400 nm yang mampu sampai ke wilayah RI.
Australia juga menggelar Australian Maritime Identification System
(AMIS) yang mampu menjangkau sampai 1000 nm. Dalam TA. 2007-2008
pemerintah Australia telah mengalokasikan dana sebesar $ 22 milyar
dollar untuk pengadaan Alutsista dan anggaran pertahanan tersebut
diperkirakan akan terus meningkat menjadi $ 30 milyar dollar pada
satu dekade ke depan. Dalam tahun berjalan, Australia juga telah
mengalokasikan anggaran $ 50 milyar dollar untuk pengadaan alutsista
baru seperti 100 pesawat tempur F-35 JSF, 24 pesawat tempur F/A 18-F
Super Hornet, 4 buah pesawat transport C-17 Globe Master (memiliki
kapasitas daya angkut sampai 70 ton atau empat kali dari daya angkut
C-130) dan 3 buah kapal destroyer. Beberapa pesawat C-17 Globe
Master telah bergabung dengan alutsista militer Australia dan
operasikan oleh skuadron 36 yang berpangkalan di RAAF Base
Amberley. Sebagai negara anggota FPDA, Australia juga dapat
menggunakan berbagai fasilitas militer di negara Malaysia, khususnya
penggunaan pangkalan Angkatan Udara Malaysia di Butterworth, pulau
Penang. Australia memiliki beberapa permasalahan yang cukup
mengganggu dengan Indonesia yaitu kebijakan pre emptive strike dan
gerakan separatis organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan
kecenderungan memfasilitasi tokoh dan simpatisan OPM untuk melakukan
kegiatan politik di Australia serta dukungan terhadap beberapa
kelompok atau NGO dan beberapa anggota senat Australia yang tidak
jarang berseberangan dengan pemerintah Indonesia. Dalam
kepemimpinan Kevin Rudd diharapkan beberapa permasalahan tersebut
dapat diminimalisir sekecil mungkin dan hubungan kerjasama ekonomi,
pendidikan, militer dan bidang lainnya kembali meningkat.

2) Selandia Baru. Selandia Baru masih akan mendukung kegiatan
kegiatan aktivis Papua. Kesamaan cara pandang antara Selandia Baru
dan Australia terhadap masalah Papua merupakan dukungan moril
kepada tokoh-tokoh separatis yang berada di luar negeri maupun di
Papua untuk melepaskan diri dari NKRI.

3) Papua New Guinea (PNG). Papua Nugini (PNG) sebagai negara
yang lemah dalam pertahanannya sangat bergantung pada Australia, hal
ini terlihat dengan adanya intervensi Australia di PNG dalam hal
pertahanan dan keamanan. Sehingga hal ini mempengaruhi sikap
politik mereka terhadap negara-negara yang berseberangan dengan
kebijakan Australia. Apabila upaya looking North tidak dilaksanakan
dengan optimal, maka PNG masih belum dapat melepaskan diri dari
predikat sebagai negara bonekanya Australia. Persoalan yang masih
akan terjadi antara PNG dan RI adalah masalah perbatasan dan
pelintas batas. Letak PNG yang berbatasan langsung dengan Papua
cenderung dimanfaatkan oleh OPM untuk basis perjuangan, pelarian dan
persembunyian. Di sisi lain letak patok tapal batas yang tidak
jelas merupakan potensi konflik perbatasan.

4) Vanuatu dan Nauru. Sebagai negara kecil dan lemah
dalam konsep pertahanannya sangat bergantung pada Australia, hal ini
terlihat dengan adanya intervensi Australia di Vanuatu dan Nauru
dalam hal pertahanan dan keamanan. Sehingga mempengaruhi sikap
politik mereka terhadap negara-negara yang berseberangan dengan
kebijakan Australia. Sebagai negara anggota Melanesian Spearhead
Group bersama-sama dengan PNG, Kepulauan Solomon, Kaledonia Baru
maupun Fiji, kebijakan politik luar negeri Vanuatu terhadap
Indonesia masih akan bermuka dua tergantung dari figur kepala negara
yang terpilih. Vanuatu secara terbuka menyatakan dukungannya
terhadap NKRI, namun dengan dasar Melanesian Brotherhood Vanuatu
juga masih menampung sejumlah anggota OPM dalam rangka melaksanakan
kegiatan politik.